Pemerintahan Jokowi Diisi Marketing Kartu Kredit
Oleh: Salamuddin Daeng *)
Banyak analis keuangan sekarang sebetulnya adalah analis yang bekerja sebagai marketing para rentenir global yang memang bekerja seperti penjual kartu kredit komersial, dengan menjanjikan konsumen mereka dana cepat padahal bunganya tinggi.
Mendapatkan utang kartu kredit gampang kan? Hanya butuh KTP. Itulah sekarang Presiden Indonesia mengelola ekonomi bermodalkan KTP.
Para rentenir global sebetulnya merasa nyaman dengan Indonesia karena di negara ini mereka punya “debt collector” yakni Kementerian Keuangan. Kementerian yang siap memotong anggaran apapun agar bisa bayar utang, dan memungut pajak sekeras-kerasnya untuk bisa bayar utang.
Rentenir global punya agen yakni Bank Indonesia (baca: independen) sehingga bisa mendapatkan imbal hasil yang luar biasa besar dari Indonesia, bisa mencapai 15 sampai 20 persen yakni dari bunga dan selisih kurs. Tidak bisa didapatkan dari negara lain. BI sendiri sebagai pemegang devisa mengambil untung dari pelemahan rupiah. Beli murah jual mahal agar uangnya banyak dan bergaji tinggi.
Rentenir global tau resiko ekonomi Indonesia. Kurs Indonesia paling gampang dipukul. Mereka telah bekerjasama dengan perusahaan asuransi utang yang siap menerima pelanggan Indonesia sebagai pembayar premi jumbo untuk mengasuransikan utang utangnya.
Rentenir global bisa mendapatkan aset-aset BUMN berkualitas dan dihargakan murah. Sudah bisa dipastikan BUMN Indonesia tidak bisa bayar utang dan pasti berujung penjualan murah aset negara.
Halaman selanjutnya →
Halaman 1 2
Presiden Indonesia dalam posisi tidak atau kurang memahami persis pernainan tilep-menilep uang negara dan tilep-menilep aset negara oleh anak buahnya dalam skema ekonomi neoliberal. Sementara rentenir global memainkan peran dalam urusan tilep-menilep yang lebih besar.
Para rentenir global telah menjalin kerjasama dengan para kontraktir proyek multinasional. Sekarang ini mereka sudah menanfaatkan sebagian besar belanja APBN Indonesia untuk membiayai proyek proyek mereka dan membeli barang barang mereka. Jadi mereka kasi utang, untuk dipakai sendiri oleh rentenir dan kontraktor multinasional.
Jadi kesimpulannya, Indonesia ini bisa dijarah ramai-ramai, seperti dalam lagu lawas, ‘satu lobang rame-rame’. Dalam sisa waktu satu setengah tahun ini pemerintahan Jokowi harus menghentikan proses membangkrutkan Indonesia melalui penataan kembali sistem ekonomi negara. Masih ada peluang? (rmol)
Penulis adalah Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)
Comment (0)