Teknologi Freeneg untuk Kembangkan Energi Murah di Indonesia
Lewat teknologi Freeneg yang dikembangkan anak negeri, Indonesia bakal menjadi barometer energi murah dan ramah lingkungan di dunia.
Widodo Darto Wiyono mendemonstrasikan penerapan teknologi arus listrik DC untuk pembangkitan listrik skala rumah tangga.
Oleh: Panca
26 Februari 2019
Persoalan energi menjadi salah satu topik yang terus menerus dibahas para pemimpin dunia. Maklum, seiring makin tuanya planet bumi dan semakin besarnya populasi, semakin menipis pula ketersediaan sumber energi yang berbasis fosil.
Di tengah hingar bingar perlombaan menciptakan sumber-sumber energi baru yang ramah lingkungan, sekelompok ilmuwan di Indonesia diam-diam bekerja menciptakan terobosan-terobosan baru yang memungkinkan energi murah sekaligus ramah lingkungan dapat dinikmati semua masyarakat. Hasilnya adalah teknologi yang dinamai Freeneg.
Freeneg adalah terobosan di bidang energi yang memanfaatkan sumber listrik DC atau arus searah. Dengan teknologi ini, listrik bisa didapat siapa saja dan di mana saja dengan harga yang sangat murah.
Widodo Darto Wiyono, salah satu Komisaris PT Terang Dunia Lestari yang terlibat dalam pengembangan teknologi Freeneg, mengatakan bahwa basis dari teknologi Freeneg adalah aki atau baterai yang sumber arus listriknya adalah arus listrik DC atau searah.
Katanya, selama ini sumber listrik DC hanya bisa dipakai untuk perangkat DC saja. Artinya, perangkat-perangkat rumah tangga dan lain sebagainya yang selama ini dibutuhkan masyarakat, tidak akan bisa menggunakan sumber arus listrik tersebut.
“Nah, teknologi kami memungkinkan sumber arus listrik DC dari aki bisa mengoperasikan semua peralatan tanpa menggunakan inverter. Kenapa? Karena sumber arus listrik dari aki ini kami beri modul tertentu sehingga mampu compatible dengan berbagai macam peralatan,” ujar Widodo saat ditemui di Solo beberapa waktu lalu.
Widodo menyebutkan, teknologi Freeneg yang mereka kembangkan sudah mendapat paten internasional dari WIPO (World Intellectual Property Organization). Dengan teknologi tersebut, Widodo berharap agar terjadi terobosan besar untuk akselerasi pemenuhan kebutuhan tenaga listrik di Indonesia.
“Di Indonesia, rasio elektrifikasi belum 100 persen. Artinya, masih ada wilayah yang terjangkau listrik. Selain itu, subsidi listrik dan subsidi BBM juga masih membebani APBN kita. Dengan teknologi Freeneg, wilayah-wilayah yang belum teraliri listrik, bisa mendapat pasokan listrik karena arus listrik DC bisa diciptakan di manapun dan kapapnpun selama baterai atau aki tersedia,” lanjutnya.
Pembangkit Listrik
Masih kata Widodo, teknologi Freeneg yang mereka kembangkan bisa memberikan beberapa keuntungan.
Pertama adalah pembangkitan. Maksudnya, dengan teknologi ini, pembangkit listrik skala kecil dapat dibuat bahkan untuk keperluan rumah tangga sekalipun.
Selain itu, dengan teknologi ini, masyarakat tak akan lagi tergantung pada BBM dan energi fosil untuk memenuhi kebutuhan listriknya.
Dia lantas mencontohkan bagaimana pembangkitan energi itu bisa diwujudkan. Pertama, Widodo menunjukkan dua baterai atau dua aki. Baterai pertama (baterai A) disambungkan dengan perangkat yang akan dioperasikan. Selanjutnya, listrik arus DC dari baterai A yang mengoperasikan perangkat tersebut disalurkan untuk mengisi daya baterai kedua (baterai B) yang ditempatkan di ujung yang lain.
“Setelah daya di baterai A habis, daya di baterai B sudah bertambah dan dapat dipakai untuk mengoperasikan perangkat yang tadi dihidupi oleh baterai A. Saat arus DC dari baterai B diambil dayanya untuk mengoperasikan perangkat yang sama, listrik arus DC itu juga men-charge baterai A yang semula sudah habis, dan seterusnya seperti itu. Dengan kata lain, selain untuk mengoperasikan perangkat, dua baterai itu juga menjadi semacam powerbank yang saling me-recharge,” urainya.
Lalu bagaimana teknologi ini bisa menjadi jawaban untuk kebutuhan listrik di wilayah-wilayah yang selama ini tak terjangkau oleh PLN?
Menurut Widodo, di kawasan-kawasan itu pasti ada sumber-sumber energi yang dapat dimanfaatkan. Misalnya tenaga uap, tenaga air dari sungai, maupun gas. Apabila potensi-potensi itu bisa dibangkitkan untuk menghasilkan listrik, dengan teknologi Freeneg, listrik itu bisa digandakan.
“Artinya, ketika kita bicara soal input, maka inputnya bisa berasal dari mana saja. Baik dari batu bara, bendungan, dan lain sebagainya. Nah, outputnya kemudian bisa kita gandakan menggunakan baterai. Kalau di tempat yang sudah teraliri listrik PLN, maka listrik PLN bisa dipakai untuk me-recharge aki selama satu jam. Lalu akinya bisa dipakai bahkan untuk 24 jam,” pungkasnya.
Dilirik Negara Asing
Anggi Janiar Pranata, VP Research and Development PT TDL menambahkan, teknologi yang dia kembangkan bersama tim Freeneg lainnya sebenarnya sudah dikembangkan sejak 2014. Selama kurun waktu tersebut, sudah banyak terobosan yang dibuat.
“Teknologi Freeneg sudah kami aplikasikan ke beberapa hal. Contohnya, kami sudah terapkan dalam bentuk concept mobil listrik. Kita sudah ada 5 mobil yang kita copot mesinnya, kita pasang dinamo di dalamnya dan pasangi baterai, dan bisa dijalankan,” ujar Anggi.
“Selain itu untuk pembangkit listrik kita sudah pasang di kepulauan Seribu karena di sana PLN tidak masuk. Dayanya sekitar 35 ribu watt dan bisa menghidupi 1 pulau,” sambungnya.
Anggi mengakui, teknologi Freeneg yang mereka kembangkan sudah dilirik oleh negara-negara lain. Misalnya, Korea Selatan, Iran, Qatar, Australia, China, hingga Inggris.
Mereka bahkan beberapa kali mengajak membuat pabrik di negara asal mereka atau meminta sampel produk.
“Mereka tahu dari mana? Mereka tahu dari paten yang dipublikasikan WIPO. Ada yang mengajak bikin pabrik di negara mereka tetapi kami tidak mau. Ada juga yang bersedia bayar 1 Juta US Dollar untuk dibuatkan satu replikanya kemudian mereka contoh untuk dibuat di negaranya. Tetapi kami tidak mau, karena negara kita, Indonesia, masih butuh,” ujarnya.
Comment (0)