Tanah Suci dan Gempa Bumi
Oleh: Muhammad Jamhuri*)
Beberapa tahun lalu, saya pernah membimbing jamaah umroh seorang muallaf berasal dari Bali yang sebelumnya beragama Hindu. Dia seorang dosen ahli geologi di ITB. Dia mengaku bahwa dirinya mengenal karakter setiap batu yang ada di bumi ini. Mulai dari batu karang yang terdapat di dalam samudera, hingga bentuk batu yang berada di atas gunung tertinggi, seperti Himalaya. Pendek kata, semua batu yang ada di dalam dan di atas bumi ia mengenalnya.
Seusai umrah, dia meminta saya untuk mengantarnya ke Hajar Aswad, karena ia ingin sekali bisa mencium batu yang banyak dicium oleh jutaan kaum muslimin dari seluruh dunia. Ia pun berhasil mencium Hajar Aswad yang terletak di salah satu sudut (rukun) Ka’bah, yang dinamakan rukun hajar aswad.
Usai keluar dari Masjidil Haram dan kembali ke hotel, ia mengaku kepada saya, bahwa karakter batu Hajar Aswad sangat asing. Sangat berbeda dengan semua batu yang selama ini ia pelajari dan ketahui.
Dengan sedikit ilmu yang saya ketahui, saya mencoba menjelaskan, bahwa dalam suatu hadist Nabi Shalallahu 'Alaihi Wassalam dijelaskan, bahwa batu itu bukan batu dunia, akan tetapi batu yang berasal dari surga. “Jadi, wajar jika karakter batu itu asing buat Bapak, karena bukan batu dunia tetapi dari surga,” timpal saya menjelaskan keanehan yang ia temukan. Dia pun mengangguk-anggukan kepalanya seperti tanda setuju.
Dari Makkah, rombongan umrah ke Madinah. Saat jamaah, kami ajak berkunjung ke *Mantiqoh Baydho* atau yang disebut *Jabal Maghnit* (waktu itu belum ada larangan Pemerintah Arab Saudi mengunjungi Jabal Magnit) yang lokasinya 20 km di luar Kota Suci Madinah dari arah Jabal (gunung) Uhud.
Di Kawasan Mantiqoh Baydho ini terdapat gunung yang mengandung medan maghnit. Untuk membuktikan bahwa kawasan gunung itu mengandung maghnit, supir bis yang membawa 48 jamaah rombongan kami mendemonstrasikan bisnya. Bis pun bergerak sedikit-demi sedikit hingga meluncur dengan kecepatan 110 km/jam, tanpa digas, dan posisi jalan pun rata (tidak menurun).
Setelah turun dari bis. dosen muallaf tadi melihat sekeliling kawasan tersebut, lalu dia mengambil setangkai dahan, dan menulis goresan di tanah berpasir, sambil menjelaskan : “Sebenarnya, secara geologis, dataran tanah Makkah dan Madinah ini adalah lempengan yang berpotensi gempa bumi. Dengan karakter tanah dan bebatuan serta perbukitan yang saya lihat, daerah ini sangat berpotensi gempa bumi ?’ Lalu para jamaah umroh yang mendengar penjelesan itu bertanya, “Kenapa disini jarang terdengar ada bencana gempa bumi dibanding di Indonesia.?” Dia menjawab, “Saya mendengar dari para ustadz, jika suatu daerah dipenuhi dengan zikir kepada Allah Subahanahu Wa Ta'ala maka ia akan terhindar dari bencana alam. Begitu kan ustadz?” katanya sambil melihat ke arah saya. Saya pun menganggukan kepala tanda setuju.
*Dalam sejarah, Madinah Almunawarah pernah terguncang gempa, Khalifah Umar bin Khattab pun mengetukkan tongkatnya ke bumi dan berkata, “Wahai bumi, adakah aku tidak berbuat adil?”. Lalu Khalifah Umar berkata lantang kepada orang-orang, “Wahai penduduk Madinah adakah kalian berbuat maksiat? Tinggalkan perbuatan itu, atau aku akan meninggalkan kalian.” (Ibnu al-Hajar al-Asqalani, Fath-al Baari IX/244).*
Muhammad Jamhuri
Madinah, Senin 6 Agustus 2018
Musim Haji 2018 M/1439 H
Comment (0)