Di Mana Mbak Roro Jonggrang?
Oleh: Joko Intarto
Bangunan baru itu sungguh mencolok. Warnanya dominan merah menyala. ‘Njomplang’ dengan lingkungan di sekitarnya: Candi Prambanan dan bangunan berarsitektur Jawa.
Dari pintu masuk menuju candi, bangunan merah itu sudah terlihat. Tulisannya pun bisa dibaca dengan jelas: Simulator 4D. Oh, rupanya bioskop yang memberi pengalaman unik kepada penontonnya.
Dalam hati, saya merasa bangga. Tidak salah panitia Culture Visit Media Gathering Djarum 2018 mengajak 105 peserta ke Candi Hindu terbesar di Nusantara itu. Supaya bisa menikmati wahana kekinian: bioskop 4D. Belajar nilai-nilai budaya dan tradisi Jawa dalam bioskop 4D dengan sentuhan teknologi informasi.
Mendadak saya membayangkan ini: terbang naik drone. Meliuk-liuk di sela-sela candi. Wajah saya diterpa angin dari lereng Merapi. Lalu dari kejauhan, terlihat Mbak Rorojonggrang sedang duduk di salah satu tangga candi, sambil menyeruput kopi nasgitel – panas legi kenthel. Kemudian dia menyapa saya: ‘’Mas Joko, piye kabare?’’
Saya sudah dua kali menonton film Shrek di bioskop 4D, Universal Studio, Singapura. Sudah dua kali pula saya diludahi Shrek, tokoh animasi yang saya tonton itu. Rasa basah terciprat air itulah yang disebut D nomor empat.
Jangan-jangan D keempat di Candi Prambanan adalah aroma kopi seduhan Mbak Roro Jonggrang?
Mudah-mudahan, Mbak Roro Jonggrang minumnya kopinya Java Arabica dari kebun kopi Banaran. Kopi yang aromanya paling saya suka.
Saya juga sudah pernah naik simulator yang ekstrim. Yang membuat jantung saya nyaris copot. Pertama di Universal Studio Singapura. Kedua di pabrik simulator. Di Depok, Jawa Barat.
Pabrik di Depok itu milik Ir Mulyadi. Alumni Institut Teknologi Bandung. Bisnis utamanya memproduksi alat kesehatan. Dari lemari pengawet jenazah hingga mesin rontgen.
Belakangan, Mulyadi yang mempekerjakan 400 karyawan itu juga membangun unit produksi simulator. Ada simulator uji kemampuan berkendara bagi para pengemudi sepeda motor dan mobil sampai simulator untuk pilot helikopter dan pesawat tempur. Ada juga simulator permainan hiburan seperti roller coster yang ekstrim.
Mulyadi membangun mekanikalnya. Software simulatornya dipasok mitranya, pengembang perangkat lunak dari Korea Selatan. Jangan-jangan, Simulator 4D di Candi Prambanan itu produksi Depok? Entahlah.
Usai makan siang, saya sudah tidak sabar lagi. Cepat-cepat saya menuju ke wahana yang hanya berjarak 50 meter dari rumah makan itu. Saya ingin melihat Mbak Roro Jonggrang dengan kopi nasgitelnya.
Sayangnya, hasrat itu pupus dalam sekejap. ‘’Film Mbak Roro Jonggrang tidak ada. Yang ada hanya film horor, balap, jet coaster dan petualangan,’’ jawab petugas di konter.
Mengapa tidak ada film Mbak Roro Jonggrang di wahana Simulator 4D yang berada di kompleks Candi Prambanan? Apakah wanita cantik yang menjadi ikon dalam legenda Candi Prambanan tidak cukup sebagai daya tarik? Bandung Bondowoso saja sampai termehek-mehek sehingga mau saja disuruh membangun 1000 candi dalam semalam?
Berbagai pertanyaan itu muncul dalam pikiran saya. Tapi tidak saya utarakan. Saya simpan saja dalam hati. Jawabannya toh sudah bisa saya tebak: saya hanya karyawan.
Meski kecewa, saya dapat informasi lain yang menarik. Wahana Simulator 4D itu ternyata bisa menghasilkan pendapatan harian rata-rata Rp 10 juta pada week days dan Rp 19 juta pada week end. Angka yang tidak kecil.
Untuk menonton film 4D berdurasi sekitar 5 menit itu, setiap orang harus membayar tiket Rp 20 ribu. Berarti ada 500 hingga 950 orang yang menonton setiap harinya. Durasi setiap film antara 4 hingga 5 menit.
Meski banyak orang yang tertarik menonton, saya tetap tidak berminat. Nanti saja. Kalau film Mbak Roro Jonggrang virtual sudah diputar. Syukur-syukur, film itu karya asli animator dalam negeri.
Rasanya kok kurang elok datang ke Candi Prambanan untuk bertemu tokoh-tokoh asing dari negeri antah berantah. Datang ke Candi Prambanan yang lebih afdol ya ngopi bareng Mbak Roro Jonggrang. Tuan rumahnya.(jto)
Comment (0)