Perang saat Lebaran
Oleh: Dahlan Iskan
Tidak ada saling memaafkan. Perang dagang itu akhirnya: jadi. Antara kekuatan ekonomi nomor satu dunia dengan runner upnya: Amerika Serikat Vs Tiongkok.
Pembicaraan antar delegasi tingkat tinggi itu sia-sia. Yang di Beijing (dua kali) maupun Washington DC (dua kali). Konsesi-konsesi yang sudah disepakati tidak berlaku lagi.
Trump juga tersandera politik dalam negerinya. Juga tersandera gertakannya sendiri.
Awalnya Trump menggertak dengan kerasnya. Kongres Amerika mendukungnya. Terutama fraksi partainya sendiri.
Belakangan Trump sebenarnya melunak. Tapi Kongres terlanjur ikut keras. Trump dengan mudah bisa memerankan diri sebagai ‘lidah tak bertulang’. Tapi Kongres tidak semudah itu.
Mengapa?
Nopember nanti ada Pemilu: memilih separo anggota Kongres. Tinggal empat bulan lagi. Mencla-menclenya lidah bisa berbahaya. Caleg-caleg dari Republik bisa kalah. Kongres bisa dikuasai Demokrat. Trump bisa lebih susah.
Maka putusan menaikkan tarip impor barang Tiongkok jadi diberlakukan. Menjadi 25 persen.
Serunya, Tiongkok membalas. Hanya beberapa jam setelah putusan Amerika diberlakukan.
Bahkan barang Amerika yang dikenakan tarip 25 persen tidak tanggung-tanggung: 600 jenis barang. Terutama produk pertanian, peternakan dan otomotif.
Perang benar-benar berlangsung. Perang dagang.
Kita akan amati dengan tegang. Ini bisa mengacaukan perdagangan dunia.
Kita lihat perkembangan besok! (dis)
Comment (0)