Masjid Jogokariyan, Namira, dan Asysyaakirin, Sebuah Catatan

"SALDO infaq sampai Jumat tanggal 22 Februari 2019 adalah sebesar Rp 3 miliar.....", kata Bandi, salah satu takmir masjid As Syakiriin, Thamrin City Mall, Jakarta Pusat, saat mengumumkan perolehan infaq sebelum sholat Jumat dimulai. Wow.....!

Sementara itu, di Masjid Jogokariyan, Mantrijeron, Jogjakarta, pada hari Jumat tanggal yang sama, takmir masjid mengumumkan saldo infaq sebesar nol rupiah. Wow...!!!

Dua wow, tapi beda ruhnya. Perbedaan yang mencolok dan bertolak belakang. Di masjid As Syaakiriin, perolehan infaq harian Rp 13 juta, infaq Jumat Rp Rp 12 juta dan pengeluaran bulananl Rp 16 juta. Data itu sangat ironis dengan saldo infaq yang mencapai Rp 3 miliar lebih.

Awalnya banyak yang memperkirakan dana yang sangat besar digunakan untuk pembangunan masjid yang memang sedang dilakukan pengurus Masjid As Syaakiriin. Tetapi, ternyata dana untuk pembangunan masjid di lokasi lain masih dimintakan ke jamaah. Artinya infaq dari jamaah masjid berhenti menjadi saldo yang bejibun itu.

Memang, masih banyak takmir masjid yang bangga ketika mengumumkan saldo infaq yang besar. Namun, tidak demikian dengan Masjid Jogokariyan, Mantrijeron, Jogjakarta. Takmir masjid yang berlokasi di tengah kampung itu justru malu jika masih ada saldo infaq saat sholat Jumat tiba.

Para pengurus Masjid itu berprinsip bahwa infaq dari jamaah harus segera sampai ke tangan yang berhak: para dhuafa. Dengan meneruskan infaq sesegera mungkin, para dermawan yang memberi infaq puas karena langsung menjadi pahala jariah.

Selain Masjid Jogokariyan, ternyata ada masjid lain yang menerapkan saldo infaq nol rupiah sebagai sebuah kebanggaan. Itulah Masjid Namira di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.

"Kami merasa malu kalau saldo infaq setiap Jumat masih ada. Karena itu, menandakan takmir masjid tidak kreatif," kata seorang takmir masjid Namira.

Bagi takmir Masjid Jogokariyan maupun Namira, infaq yang diberikan jamaah melalui mereka adalah hak para dhuafa. "Karena itulah wajib segera diteruskan ke yang berhak, jangan ditahan di kas masjid," katanya.

Hasilnya, masyarakat di sekitar masjid pun terberdayakan. Masyarakat sekitar Masjid Jogokariyan diberdayakan dengan berbagai usaha kecil. Mereka pun kini sejahtera.

Masjid Namira pun demikian. Menurut salah satu takmir, saldo masjid nol rupiah menandakan takmir kreatif karena selalu punya program untuk jamaah masjid. Sebaliknya, jika masjid punya saldo “berlimpah” berarti itu masjid gagal. “Itu berarti takmirnya miskin kreativitas. Inilah prinsip kami,” seru dia.

Jika masjid-masjid di Indonesia tidak membuka pintunya pada jam-jam tertentu dengan alasan menjaga keamanan, seperti takut infaq masjid dicuri orang dan lain sebagainya. Masjid Namira dan Jogokariyan justru kebalikannya. Pintu masjid malah dibuka selama 24 jam. Para musafir boleh rehat dan tiduran di teras. Dan bagi yang sedang iktikaf disediakan tenda untuk menginap tidur, dan makanan sahur bagi yang mau berpuasa.

Seperti pengakuan seorang musafir dari Surabaya, Budi Lesmono. “Saya waktu itu kemalaman seusai melakukan perjalanan dari Semarang ke Surabaya. Saya lantas mampir ke masjid (Namira). Saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 01.00. Saya juga sudah kecapekan dan ngantuk. Penginnya sholat malam dan lesehan. Setiba di masjid, saya pikir tutup tapi ternyata buka selama 24 jam. Tidak biasanya ada masjid yang membuka pintu 24 jam. Saya juga dapat istirahat sebelum kembali melanjutkan perjalanan,” terang Budi.

Berbeda dengan kedua masjid itu adalah masjid As Syaakirin di lantai 8 Thamrin City Mall. Pengurusnya justru membiarkan dana infaq tertahan dalam kas masjid. Padahal, dana yang mencapai Rp 3 miliar lebih pasti akan sangat bermanfaat jika disalurkan secepatnya kepada yang berhak.

Jika infaq masjid segera disalurkan tak akan terjadi petugas security yang terpaksa menggadai ATM gajinya ke rentenir. Mestinya, pengurus As Syaakirin malu melihat kenyataan itu. Atau, jangan-jangan mereka tak mengetahuinya?

Dana infaq yang tertahan di kas masjid sebenarnya juga bisa dimanfaatkan untuk membantu para pedagang kecil di sekitar Thamrin City Mall. Contohlah masjid Jogokariyan dan Namira. Sudah berada ratus dhuafa yang dipentaskan oleh kedua masjid itu.

Selain itu, masjid As Syaakirin juga miskin program. Program yang terlihat hanya buka bersama puasa Senin Kamis. Itupun tidak dibiayai kas masjid melainkan oleh dermawan lain.

Anehnya, buka puasa diwarnai dengan imbauan sampai 6 kali untuk jamaah yang tidak berpuasa. "Bagi jamaah yang tidak berpuasa tidak diperkenankan menyantap hidangan buka puasa. Hidangan buka puasa hanya untuk jamaah yang berpuasa," seru panitia buka puasa.

Imbauan itu tentu saja membuat jamaah saling curiga siapa sebenarnya "penyelundup" buka puasa itu. Padahal, si penyumbang buka puasa mungkin tidak mempersoalkannya karena itu urusan jamaah langsung dengan penciptanya.

Di masjid As Syaakirin juga ada larangan jamaah tidur di masjid, meskipun mungkin tujuannya untuk iktikaf dan bermunajat kepada Allahdi sepertiga malam terakhir. (ariyono lestari)

Related News

Comment (0)

Comment as: