Disrupsi Pendidikan

Oleh: Joko Intarto

Satu kelas 40 siswa. Perlu 25 ribu kelas untuk menampung sejuta siswa. Perlu 25 ribu pertemuan untuk memgajar satu modul. Kalau jumlah guru hanya seribu, butuh 25 hari untuk mengajar satu modul kepada sejuta murid.

Alangkah mahalnya? Alangkah lamanya?

Tidak adakah cara yang bisa menurunkan biayanya? Tidak adakah cara untuk mempercepat prosesnya?

Ada. Teknologi informasi jawabannya.

Selasa lalu menjadi hari bersejarah bagi saya. Itulah untuk kali pertama, menyelenggarakan pengajaran jarak jauh secara live dan interaktif. Pengajarnya seorang profesor di Jakarta dan seorang doktor di Bandung. Pesertanya di 311 rumah sakit seluruh Indonesia. Dari Aceh sampai Papua.

Setiap rumah sakit menyiapkan kelas mini. Memanfaatkan ruang rapat. Sejumlah karyawan rumah sakit berkumpul di situ. Mengikuti sesi belajar secara online. Kalau setiap kelas berisi 10 karyawan. Ada 3.110 orang yang belajar bersamaan.

Dengan cara lama, perlu 2 x 311 pertemuan untuk 2 modul yang disampaikan. Perlu 311 hari untuk mengisi setiap kelas.

Dengan sarana online, pertemuan bisa dilakukan dalam satu kali saja. Sangat praktis. Cepat. Hemat ongkos.

Itulah webinar: website for seminar. Platform komunikasi multiarah berbasis video conference yang sedang naik daun saat ini. Dengan keunggulannya, webinar telah dimanfaatkan dalam bidang pendidikan untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan pertemuan jarak jauh seperti seminar dan mengajar.

Webinar sudah begitu popular di manca negara. Kenalan saya, seorang tenaga kerja Indonesia di Taiwan, mengaku selalu mengikuti berbagai training melalui webinar. Pengajarnya dari Indonesia. Mengajarnya dari Indonesia. Temanya wirausaha.

Teman saya sudah bertekat bulat: menyudahi karirnya sebagai asisten rumah tangga di Manca Negara. Untuk itu dia harus bisa menambah ilmu. Salah satunya melalui webinar. Yang waktu siarannya Sabtu dan Minggu.

Beda dengan Taiwan, webinar belum banyak dikenal di Indonesia.  Bahkan di dunia pendidikan tinggi sekali pun. Dari lebih dari 4.300 perguruan tinggi, baru 400 yang sudah menerapkan kuliah online.  

Jumlah kampus online di Indonesia ternyata masih kecil persentasenya. Padahal dunia pendidikan tinggi punya segudang persoalan: jumlah dosennya kurang dan biaya pendidikannya mahal.

Dalam situasi ekonomi yang sulit seperti sekarang, sistem mengajar online seharusnya menjadi solusi. Anggaran pendidikan itu bisa dihemat untuk membangun sektor lainnya.

Untuk mengambil keputusan itu, seseorang tidak perlu cerdas. Hanya perlu menjadi penguasa dan sedikit keberanian.(joko intarto)

Penulis adalah praktisi webinar

Related News

Comment (0)

Comment as: