•   Thursday, 02 May, 2024
  • Contact

Senyuman Malaikat Menyambut Mbah Sulkhan Imron

Oleh: Kang Yoto


Mendengar Mbah Sulkhan meninggalkan kita semua, saya jadi seperti memutar rangkaian semua kenangan kehidupannya. Seandainya saya termasuk yang diberi kesempatan membuat kesimpulan di buku putihnya maka saya akan menulis: " Sulkhan seorang pejuang kehidupan yang gigih, baik hati, selalu melihat celah positif dan Jenaka".

Saya mengenal beliau secara tatap muka saat beliau masih menjabat Kepala Kemenag Bojonegoro, memberi tausiyah pernikahan sahabat saya Ainur Rofik, sama sama dosen Universitas Muhammadiyah Malang, dan asli sumberjo. Dalam ceramahnya Mbah Sulkan bertanya apa beda tempe dengan wanita? Hadirin menjawab sekenanya. Saya sendiri tidak tahu, karena tidak membayangkan ada pertanyaan demikian. "Tempe dibolak balek tetap tempe, tapi kalau perempuan dibolak balek?" Lanjutnya. Hadirin tertawa tapi mbah Sulkan melanjutkan, wanita kalau dibolak balek bisa marah, karena itu pergaulilah istrimu dengan baik. Banyak yang sudah berpikir jorok jadi kecelek, maka meledaklah tawa semua yang hadir.

Saat saya menjabat Bupati Bojonegoro, intensitas pertemuan dan pertemanan saya dengan beliau meningkat. Beliau mendapatkan amanah sebagai Ketua Dewan Pendidikan, aktif di Pramuka dan rajin berdakwah. Kalau lagi sholat jumat sekitar pendopo, kadang habis jumatan makan bersama di rumah dinas.
Saya suka ngobrol dengan beliau, kalau usul tidak menggurui, kalau menyampaikan masalah enak dicerna dan sesekali mirip Abu Nawas. Menceritakan kehidupan, mengajak berefleksi, mengambil hikmah, dan termasuk menceritakan dirinya dengan jenaka. Banyak sekali joke joke segarnya yang mendidik, meski kadang terkesan jorok. Namun itu membuat saya enak bertanya apa saja.

Suatu saat saya bertanya: mbah tadi malam kan malem jumat, apa mbah Sulkhan masih menjalankan sunnah Rosul? "Ha ha ha ha", beliau tertawa. Lalu mengatakan sudah lima tahun lebih tidak lagi kumpul layaknya suami istri. Kenapa mbah, apa purikan, ngambek ngambekan? Tanya saya. "Ooh gak juga, masih mesra. Tapi walau sudah diperjuangkan tetap tidak bisa hidup" jawabnya. Kita semua yang mendengar tertawa. "Ya karena itu saya ini lelaki yang tidak perlu dikhawatirkan" tambah mbah Sulkhan.

Karena penasaran saya bertanya lagi: kapan terakhirnya mbah? Saya perlu tahu untuk persiapan juga menghadapi perjuangan hidup. Inilah yang membuat kami semua tertawa. Mbah Sulkan menceritakan pengalamannya. Suatu malam ia berniat menjalankan sunnah rasul. Ia berjuang mati matian. Tiba tiba mbah Dok menyampaikan: "mbah saya bukan tidak mau lagi melayani, sebagai istri, saya merasa itu kewajiban. Tapi saya nggak tega lihat mbah nang pethangkringan berjuang begini". Mendengar pernyataan itu kata mbah Sulkhan langsung lemas, hilang keinginannya, hilanglah tanda tanda kehidupan. Itulah perjuangan terakhirnya dan tidak lagi ingin mencoba sejak malam itu. Cerita yang meledakkan tawa kita semua di meja makan.

Jadi kalau tadi pagi mBah Sulkhan menghadap sang Kholiq berarti 15 tahunan beliau suci dari godaan nafsu seksual. Fokus hanya beribadah kepada Allah, ibadah ritual maupun sosial. Selamat jalan mBah, sungguh banyak keteladanan yang telah engkau berikan kepada kami. Selamat bertemu bidadari dan senyuman para Malaikat.

Doakan kami semua dapat mengikuti jejak kebaikanmu.

Salam hormat
Sahabat dan Murid kehidupanmu

Kang Yoto

Related News

Comment (0)

Comment as: