Gunung Anak Krakatau Meletus 557 Kali
Gunung Anak Krakatau yang terletak di Selat Sunda Provinsi Lampung dalam sehari meletus sebanyak 577 kali pada Sabtu (18/8/2018) dari pukul 00.00-24.00 WIB.
Tinggi letusan bervariasi 100 meter hingga 500 meter dari puncak kawah dengan amplitudo 23-44 mm dan durasi letusan 19-255 detik. Letusan disertai lontaran abu vulkanik, pasir, lontaran batu pijar, dan suara dentuman. Secara visual pada malam hari teramati sinar api dan guguran lava pijar. Hembusan berlangsung 80 kali kejadian, amplitudo 5-30 mm dengan durasi 10-80 detik.
“Pada Sabtu malam pukul 18:09 WIB, terpantau di Pos Pengamatan Gunung Anak Krakatau PVMBG, terjadi letusan dengan tinggi kolom abu teramati sekitar 500 meter di atas puncak sekitar 805 meter di atas permukaan laut (dpl). Kolom abu teramati berwarna hitam dengan intensitas tebal condong ke arah utara. Erupsi ini terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 42 mm dan durasi kurang lebih 2 menit 33 detik,” kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho dalam rilisnya, Minggu (19/8/2018).
Menurut Sutopo, letusan tersebut merupakan terbanyak kedua sejak adanya peningkatan aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau pada 18 Juni 2018. Letusan terbanyak adalah sebanyak 745 kali letusan pada 30 Juni 2018, kemudian letusan terbanyak kedua sebanyak 577 kali pada Sabtu, 18 Agustus 2018.
“Meskipun terjadi letusan sebanyak 577 kali, namun tidak ada letusan yang besar yang menimbulkan dampak merusak. Letusan yang terjadi hanya kecil namun beruntun. Letusan tidak berpengaruh pada jalur penerbangan dan jalur pelayaran di Selat Sunda,” papar Sutopo.
Sutopo menjelaskan, meski Gunung Anak Krakatau terus dilanda letusan tidak ada peningkatan status gunung tersebut. Statusya tetap Waspada (level II) dengan radius zona berbahaya di dalam radius 2 km. Bahkan status Waspada (level II) ini ditetapkan sejak 26 Januari 2012 silam hingga sekarang. “Status Waspada artinya aktivitas vulkanik di atas normal sehingga terjadinya erupsi dapat terjadi kapan saja. Tidak membahayakan selama masyarakat tidak melakukan aktivitasnya di dalam radius 2 km,” katanya.
Sutopo menerangkan, erupsi Gunung Anak Krakatau adalah hal yang biasa dan normal. Ibarat manusia, gunung ini masih dalam pertumbuhan. Gunung akan menambah tubuhnya untuk lebih tinggi, besar, dan lebih gagah dengan cara meletus. Gunung ini masih aktif meltus untuk tumbuh besar dan tinggi dengan melakukan erupsi. Tetapi energi letusannya tidak besar.
Gunung Anak Krakatau baru muncul dari permukaan laut tahun 1927. Rata-rata tambah tinggi 4-6 meter per tahun. Energi erupsi yang dikeluarkan juga tidak besar. Sangat kecil sekali peluang terjadi letusan besar seperti letusan ibunya yaitu Gunung Krakatau pada 1883. Bahkan beberapa ahli mengatakan tidak mungkin untuk saat ini. Jadi tidak perlu dikhawatirkan.
“Namun, masyarakat diimbau tetap tenang. BPBD Provinsi Banten, BPBD Provinsi Lampung, PVMBG dan BKSDA telah melakukan langkah antisipasi. Yang penting masyarakat mematuhi rekomendasi tidak melakukan aktivitas di dalam radius 2 km dari puncak kawah. Di luar itu aman,” kata Sutopo.
Menurut Sutopo, peningkatan aktivitas gunung tersebut justru menjadi peluang untuk wisata dan edukasi gunung api. Sebab, tidak semua negara memiliki gunung api dan Indonesia memiliki 127 gunung api aktif. 13 persen gunung api aktif di dunia ada di Indonesia.
“Tinggal bagaimana kita menyikapi dan harmoni dengan alamnya. Selalu ada berkah di balik bahaya yang mengancamnya selama kita mengenali dan berada di tempat yang aman. Kita bisa mengemas paket wisata letusan Gunung Anak Krakatau sekarang. Apalagi legenda letusan Gunung Krakatau begitu mendunia,” katanya.
Comment (0)