Insane Clown President dan Rezim Jokowi

Cuitan akun @IreneViena di Twitter tentang buku "Insane Clown Presiden menarik untuk disimak. Berikut cuitannya:


Membaca sebagian buku "Insane Clown President" karya Matt Taibbi cukup menarik meski tdk bisa dihilangkan kesan Matt Taibbi dlm buku ini mewakili kekecewaan kelompok Liberal AS pro Hillary Clinton yg secara tdk terduga kalah dari Trump pada Pilpres Nop 2016 lalu
. Polarisasi rakyat AS : Konservatif & Liberal, meski tdk sepenuhnya benar telah membelah rakyat AS pada pilpres 2016: Pro Clinton vs Pro Trump Komunitas media, industri pers, hiburan, kulit berwarna, non prostestan, kelas pekerja, dianggap sbg pro Clinton/ P Demokrat

Melalui "Insane Clown President", Taibbi mengecam gaya kampanye Trump "Dia dapat melakukan banyak kerusakan hanya dgn mendorong orang utk menjadi sama bodoh .. dalam kebodohan mereka seperti itu." Taibbi mengejek Trump sebagai tokoh bodoh yg mengajak rakyat ikut bodoh

Baru membaca sebagian isi buku, sy langsung teringat modus pencitraan dan gaya kampanye Jokowi pada Pilkada 2012 dan Pilpres 2014. Persis seperti penilaian Taibbi terhadap Trump Walau pun saya tahu persis bhw Jokowi lebih banyak mengadopsi strategi Obama/Demokrat saat itu.

Terpukul, sangat kecewa dan sulit menerima hasil pilpres AS 2016 menjangkiti mayoritas pendukung P Demokrat/Hillary Clinton. Taibbi salah satu pendukung Clinton yg menuangkan kekecewaannya melalui buku ini. Sehingga kesan penolakan thdp hasil pilpres sangat terasa .

Kemenangan Trump dalam pemilihan presiden 2016 adalah kejutan bagi hampir semua lembaga survei, analis politik, wartawan dan pakar, dll termasuk bagi Timses Trump sendiri Semua memprediksi Hillary Clinton bakal menang mudah dan telak.

Sistem pilpres AS bukan pemilihan langsung seperti di Indonesia, tapi berdasarkan EC (elektoral college). Unggul dalam perolehan total suara pemilih tidak otomatis menjadikan kandidat sebagai pemenang Pilpres. Kemenangan ditentukan oleh perolehan suara EC.

Walau begitu, mayoritas pemilihan presiden AS (95%), pemenang suara populer nasional juga telah menjadi pemenang Electoral College Sayangnya (sialnya) hal itu tidak terjadi pada pilpres 2016, ketika hasil Hillary unggul suara rakyat tapi kalah suara EC Trump jadi POTUS.


Mayoritas pendukung dan timses Hillary tidak menemukan jawaban penyebab kekalahan selain mengkambinghitamkan keterlibatan pihak Rusia, Media Sosial khususnya FB dan Twitter serta Wikileaks pada Pilpres AS 2016 Kecuali Stan Bernard Greenberg. Stan sdh meramalkan Clinton kalah.

Stanley Bernard Greenberg pakar polster No. 1 Dunia, konsultan politik Demokrat puluhan tahun, yg jugakonsultan politik Jokowi di balik layar di pilkada 2012 dan pilpres 2014, sdh memprediksi kekalahan Clinton Sayangnya Stan tdk terlibat sbg konsultan Clinton di Pilpres 2016.

. Ketika hampir semua (93%) lembaga survey, polster, media, pengamat, pakar dan analis politik memprediksi Hillary Clinton menang mudah dan menang besar, Stan mengatakan sebaliknya: Hillary sangat mungkin kalah krn swing voters sangat besar dan strategi kampanye Hillary keliru.

Kesalahan fatal Hillary adalah melakukan pengkhianatan dan mengecewakan pemilih kelas pekerja yg selama puluhan tahun adalah pendukung dan konstituen utama Demokrat Trump menang karena banyak kelas pekerja beralih memilih Trump. Suatu hal yg tidak pernah trjadi sebelumnya.

 Menurut Stan media sosial & keterlibatan pihak Rusia hanya sebatas meningkatkan tekad para pemilih kelas pekerja beralih mendukung Trump. Kekecewaan kelas pekerja sdh ada sebelumnya dan semakin membesar karena tdk diredam oleh Hillary Demokrat kehilangan konstituen utama

  Feneomena perubahan orientasi dan dukungan kelas pekerja AS dari loyalis Demokrat menjadi pemilih Trump sangat mengancam masa depan partai Demokrat AS jk tdk segera diantisipasi Sangat mungkin perubahan itu menjadi permanen bukan temporer. Jika itu terjadi, kiamat bagi PD AS

  Menurut Stan Greenberg, proses hukum dan politik yg sedang dilakukan AS terhadap intervensi Pihak Rusia pada pilpres AS adalah tidak menyelesaikan masalah P Demokrat. Bukan itu substansi masalahnya, melainkan: Pengkhianatan PD AS pada konstituennya

   "Make America Great Again dan America First" jargon kampanye Trump yg meniru jargon kampanye Ronald Reagan sangat efektif menarik dukungan rakyat AS yg sedang mengalami krisis ekonomi karena meningkatnya pengangguran dan terbatasnya lapangan kerja

  Jutaan rakyat kelas pekerja di PHK dan menganggur. Ribuan pabrik tutup karena produk kalah bersaing dgn produk impor, utamanya China. Tdk punya income, kesejahteraan rakyat menurun, tekanan ekonomi dan kebutuhan hidup semakin besar. Mereka semua adalah konstituen Demokrat

  Di tengah persoalan besar mendera konstituen Demokrat, Hillary malah asyik sibuk dgn isu2 kampanye yg tdk relevan dg solusi masalah konstituen. Ga nyambung. Keberpihakan sangat besar dan eksplisit kepada China juga dianggap pengkhianatan Hillary kepada konstituen Demokrat

   Sebab itu meski mayoritas media, survey, pakar, analis dll yakin Hillary menang Pilpres, namun rakyat AS khususnya konstituen Demokrat seolah2 bersatu dan bertekad menghukum Hillary dan P Demokrat dgn berbondong2 ke TPS untuk memilih Trump ! Vox populi vox Dei !

  Obama sampai mengejar Mark Zuckerberg ke Lima, Peru agar bisa menyampaikan permohonan pribadi kepada Mark usai konferensi yg mereka hadiri bersama. Obama mohon agar Facebook memastikan kejadian pada Pilpres 2016 tidak terulang dan terus menghantui pilpres AS berikutnya Sia2

  Demokrat boleh jadi menguasai jaringan media AS. Demokrat boleh jadi didukung Hollywood dan industri hiburan yang selama ini telah menjadi mesin raksasa propaganda dan pembentuk opini rakyat AS. Namun, pada satu titik kesadaran tertentu, rakyat pemilih pasti bertindak rasional

   Boleh jadi mereka mengaku liberal, demokrat, progresif bahkan revolusioner sekali pun. Namun, jika pada kehidupan nyata, pekerjaan dan kesejahteraan mereka direbut pihak asing dan Demokrat tdk melakukan upaya apapun utk menolong, maka mereka tidak akan memilih Demokrat !

  Di tengah kondisi ekonomi rakyat AS yang tertekan hebat, Obama dgn mudah menghamburkan triliunan dolar uang pajak rakyat untuk membantu pasar modal, bankir atau investor, namun tdk peduli dgn pembukaan lapangan kerja & penggangguran. Mayoritas rakyat AS pasti memilih Trump !

 Kondisi dan perilaku pemilih AS menjelang pilpres 2016 sangat mirip dengan Indonesia. Ekonomi menurun, pengangguran meningkat, utang makin besar, rakyat menderita dst Jokowi naikan BBM, membiarkan TK China merebut lapangan kerja rakyat, sibuk fokus pada isu2 tak penting

  Di tengah kondisi bangsa merosot di semua bidang, tdk ada sedikit pun upaya Pemerintahan Jokowi membantu meringankan penderitaan rakyat. Malah sibuk memojokkan rakyat melalui framing, tuduhan, fitnah radikalisme, intoleran, dsj Mengundang lembaga survey ke istana dst

   Meski mayoritas media nasional & lembaga survey Indonesia dikendalikan kelompok pendukung Jokowi, namun berbeda dg Hillary yg disebut akan menang besar - menang mudah, semua media di Indonesia sebaliknya: tak berani nekad memprediksi Jokowi bakal menang. Jokowi bakal kalah

   Jokowi bakal kalah pilpres 2019. Berbagai survey dari lembaga berbeda tdk satu pun melaporkan hasil survey di mana elektabilitas Jokowi pada posisi cukup tinggi utk dapat diyakini bakal menang pilpres 2019 Elektabilitas Jokowi pada range sangat lebar: 29% - 53%. Tamat

  Sebagai petahana, idealnya Jokowi meraih elektabilitas absolut di atas 50%. Elektabilitas petahana kurang dari 50% pasti menghasilkan kekalahan. Bahkan biasa terjadi di negara demokrasi, elektabilitas inkamben < 50>

  Elektabilitas jeblok Jokowi konsisten dan sesuai dengan kinerja dan karakter kepemimpinannya yang di bawah rata2. Di bawah standar kualifikasi presiden. Kinerja jeblok, karakter buruk, kepedulian pada rakyat rendah, dst. Tidak ada hal positif yg dapat menaikkan elektabilitas

  Kebijakan populis yg dilakukan Jokowi, seperti pemberian THR dan Gaji ke 13, malah menimbulkan masalah baru yg berpotensi menciptakan keresahan nasional karena dilakukan sscara mendadak dan melanggar UU. Tdk ditetapkan alokasinya dlm UU APBN 2018

   Walau pun keputusan Jokowi memberi THR dan Gaji 13 kepada PNS dan Pejabat Negara pasti menggembirakan PNS - Pejabat, namun timbul masalah dlm realisasinya karena tdk ada alokasi anggaran utk THR & Gaji 13 itu. Lebih celaka lagi: pemerintah tdk punya uang untuk merealisasikannya

   Keputusan Jokowi memberi THR - Gaji 13 menimbulkan dilema. Apakah pelanggaran hukum oleh presiden ini harus diproses DPR atau dibiarkan begitu saja? Jika diproses, opini rakyat terutama PNS akan mengecam DPR. Jika tidak diproses, maka akan menjadi preseden buruk dlm sejarah.

  Seharusnya, presiden itu memberi solusi bukan masalah. Seharusnya, presiden itu menegakkan hukum bukan melanggar hukum sekaligus menempatkan posisi politik DPR dalam dilema. Kejadian ini baru pertama kali terjadi sepanjang sejarah Indonesia

  Sebagai lembaga politik, DPR tentu tidak mau jadi sasaran kemarahan PNS jika menolak keputusan presiden memberi THR dan Gaji 13. DPR tidak mau kena getah dari nangka yg dimakan presiden. DPR pasti membiarkan keputusan presiden itu. Akibatnya?

   Akibat keputusan presiden itu dirasakan oleh Gubernur, Bupati & Walikota yg tdk punya surplus/saldo dana /anggaran di kas daerah. Apa yg harus mereka lakukan? Mengalihkan pos anggaran lain menjadi anggaran THR - Gaji 13? Jika dilakukan maka terjadilah pelanggaran hukum massal

  Jika pengalihan anggaran pada APBD yg sudah ditetapkan dalam Perda dan sdh disetujui Mendagri dilakukan, maka terjadi pelanggaran hukum massal oleh ratusan Pemda se Indonesia. Melanggar Konstitusi: Indonesia adalah negara berdasarkan hukum bukan kekuasaan. Tragedi hukum nasional

   Motif Jokowi menerbitkan keputusan pemberian THR dan Gaji 13 adalah untuk meningkatkan elektabilitasnya yg semakin nyungsep. Saya tdk tahu apakah Perppu APBN mengenai alokasi THR sdh diterbitkan Jokowi utk mengakomodir THR yg tdk ditetapkan dlm UU APBN

   Semua PERPPU era Jokowi sesungguhnya tdk sesuai konstitusi. Namun, karena terjadi wabah kedunguan nasional di kalangan elit bangsa, semua PERPPU inkonstitusional itu diterima dan dinyatakan sah. Fakta bahwa era Jokowi ini adalah era Jahililiyah. Zaman Pembodohan

  Sejak Jokowi berkuasa, akal sehat dan kecerdasan rakyat terus menerus dilecehkan dan dipaksa ikut bodoh dalam pembodohan. Seperti kutipan Buku Mark Taibbi "Insane Clown President" yg sdh ditwitkan di awal: "Mengajak seluruh rakyat ikut jadi bodoh bersama2 dalam pembodohan" .

 

Related News

Comment (0)

Comment as: