Blunder "Sang Mahaguru" dan Kepanikan Jokowi

Munculnya “sang mahaguru” ke permukaan menunjukan betapa nervous berat tengah berkecamuk di kubu Jokowi-Ma’ruf Amin.
____________________________________________
OLEH: DARBY JUSBAR SALIM
____________________________________________
Tiba-tiba saja beredar kicauan Hendropriyono di media sosial, semakin memperlihatkan kesan tersebut begitu kuat.

Kubu Paslon 01 saat ini sudah tahu persis bahwa mereka kalah telak hampir di seluruh provinsi. Tapi tampaknya mereka masih terus mencoba meyakini bahwa mereka bisa menang.


 
Semakin mereka coba, semakin terpuruk dan tenggelam. Saat ini mereka ibarat terpuruk di rawa pasir yang menghisap, semakin bergerak semakin tersedot dan tenggelam lebih dalam.

Semula mereka berpegang kepada kemenangan yang dilemparkan oleh Quick Count Lembaga Survey, walau pun mereka paham bahwa QC tersebut hanya akal-akalan lembaga survey, tapi bagi mereka hasil lembaga survey ini masih bisa dipakai sebagai pegangan sementara. Tinggal menanamkan kesan kepada masyarakat bahwa kemenangan mereka di QC adalah benar dan ilmiah. Biasa lah teori lama.

Tapi harapan kpd QC pun terhempas, dan hancur berantakan. Mengapa demikian ?
Harapan mereka hancur ketika tak satu pun Lembaga Survey berani menerima tantangan dari Dr. Ronnie Higuchi Rusli, seorang Lektor Kepala di UI.
Dosen senior ini menantang semua lembaga survey untuk membuktikan kebenaran QC mereka di depan publik. Dan sang dosen akan menghadapi para lembaga survey tersebut dengan tangan kosong, cukup dengan bermodalkan spidol dan whiteboard.

Lembaga survey yang memenangkan Paslon 01 pada QC nya, semuanya bungkam dan menyembunyikan kepalanya, tak berani menerima tantangan ini. Keadaan mereka saat ini ibarat burung kasuari yang tengah menyembunyikan kepalanya ke dalam pasir karena malu.

Tak ada alat lagi bagi kubu Paslon 01 untuk meyakinkan masyarakat bahwa mereka telah memenangkan pemilihan. Quick Count abal-abal sudah terbuang bak sampah, memenuhi TPA Bantar Gebang.

Mungkin yang mereka harapkan saat ini adalah Situng dari KPU yang sejak awal memang secara psikologis ingin memberikan kesan kepada masyarakat bahwa Paslon 01 yang memenangkan Pilpres, sesuai dengan QC yg dilansir oleh Lembaga Survey. Bagaimana tidak … Kesan Situng ingin memenangkan Paslon 01 demikian kuat, karena sejak hari pertama, persentase perolehan suara dari dua pasangan calon selalu pada posisi yang cenderung konstan, Paslon 01 yang selalu leading.
Secara logika, hal ini tidak mungkin terjadi, mengingat variasi angka perolehan pasangan calon sangat variatif.

Ditambah lagi gugatan dari BPN Paslon 02, yg menyatakan penemuannya berkaitan dengan indikasi kecurangan dalam input data pada Situng. Dalam dua pekan dilakukan Situng, telah terjadi 73.715 kesalahan input. Artinya kesalahan itu terjadi setiap satu menit terjadi tiga kali kesalahan input. Luar biasa bobroknya, kelihatan indikasi untuk mencurangi hasil pemilihan demikian kasat mata.
Masalah sudah terbuka kepermukaan, ditambah lagi merebaknya berita beberapa ahli IT dan Tim IT Paslon 02 menemukan jaringan “intruder” yang ikut bermain untuk memenangkan Paslon 01.

Bagaimana dengan KPU ? Tetap kukuh akan meneruskan Situng walau pun bobrok.
Kebobrokan ini semakin terkuat ke permukaan ketika Bawaslu melakukan peninjauan ke pusat Situng KPU. Ternyata pusat Situng tidak lebih baik ketimbang sebuah Warnet, dan Servernya di letakan di sebuah ruangan yang mirip gudang.
Masih percaya kepada KPU ? KPU harus kembali kepada SOPnya yang asli.

Ketidak percayaan Tim Paslon 02 kepada KPU justru ditanggapi oleh Tim Paslon 01. Mereka menyatakan menemukan penyimpangan yang dilakukan oleh Paslon 02 sebanyak lebih dari 14ribuan.
Lho, KPU yang digugat oleh Paslon 02, koq malah Kubu Paslon 01 yang bereaksi. Ini kan jadi aneh.
Apakah hal ini berarti Kubu Paslon 01 sedang membela kebobrokan cara kerja KPU yg memang menguntungkan mereka ?
Ini menunjukan betapa paniknya Kubu 01 saat ini, sehingga mereka seperti tidak tahu harus berbuat apa. KPU yang digugat oleh Kubu Paslon 02, malah Kubu 01 yang bereaksi. Ada apa sebenarnya ?

Diputar seperti apa pun, data C1 yang dipegang oleh Tim Paslon 02 sangat lengkap, itu sebabnya pak Prabowo punya dasar untuk deklarasi.

Wiranto dan LBP baru-baru ini meminta bertemu dengan Pak Prabowo. Hal ini dilakukan setelah Kubu Paslon 02 mendeklarasikan kemenangan Prabowo-Sandi, berdasarkan Real Count yang dilakukan oleh Tim BPN Paslon 02. Kemenangan ini juga didukung oleh beberapa pihak terutama dari Tim beberapa Organisasi Alumni Perguruan Tinggi terkemuka. Bahkan Real Count dari sebuah Lembaga Ilmiah dari Eropa juga menyatakan demikian.
Lalu tiba-tiba kubu 01 minta bertemu. Bertemu untuk apa? Katanya untuk rekonsiliasi … Apanya yang harus direkonsiliasi ? Memangnya ada masalah apa harus rekonsiliasi ?
Bukan kah selama ini kubu 01 terus menerus menyerang pak Prabowo dengan berbagai fitnah, dan semua ini didiamkan saja oleh pak Prabowo. Rekonsiliasi ?

Tiba-tiba saja muncul tweet dari Hendropriyono, yang justru nadanya jauh dari semangat rekonsiliasi, sebagaimana yang ditawarkan oleh Wiranto dan LBP.
Kubu Paslon 01 yang selama ini mengklaim pihaknya paling Indonesia, paling Pancasilais, paling ber-Bhineka Tunggal Ika, paling anti SARA, sirna begitu saja karena satu cuitan dari Hendropriyono yang sangat kental dengan SARA.
Bahwa ” Yang perlu diselesaikan segera dalam hasil pemilu ini adalah pertentangan antar bangsa Indonesia sendiri, yang terus menerus dihasut dan diadu domba oleh Arab-Arab WNI yang jadi provokator …”

Sebenarnya siapa Arab-arab WNI yang dimaksud ?
HRS kah ? Justru HRS telah mendidik ribuan generasi muda yang cinta kepada bangsa ini, selalu paling duluan hadir di area bencana di daerah mana pun untuk menolong anak bangsa yang terkena bencana. Yusuf Martak ? Kecintaan kepada bangsa ini diwariskan dari orang tuanya dimana rumah orang tuanya merupakan monumen sejarah tempat proklamasi kemerdekaan Indonesia dibacakan oleh Soekarno-Hatta.

Ulama Gerakan 212 yg mendukung Prabowo dengan Ijtima’ Ulama ? Mereka terdiri dari Ulama dari berbagai daerah di Indonesia. Dan yang jelas para Ulama tersebut tak sepeser pun pernah merugikan bangsa dan negara ini, bahkan mereka memberikan kontribusi yang sangat besar dalam mendidik dan mempersiapkan generasi masa depan bangsa melalui lembaga pendidikan yg mereka kembangkan sendiri.
Siapa yg dimaksud dengan Arab WNI tersebut ? Ketua Umum PB NU juga keturunan Arab …

Dari keadaan ini tampak secara jelas, betapa kelihatan Kubu Paslon 01 sudah demikian pusing dan galau kelas berat, ketika kekalahan sudah semakin nyata di pelupuk mata.

Kalau tuduhan provokator tersebut diarahkan kepada Ijtima’Ulama, sesungguhnya analisisnya meleset. Kekuatan dukungan Prabowo-Sandi, bukan sekadar Ijtima’ Ulama.
Ia ibarat Tombak Bermata Tiga, satu mata tombak adalah Partai Pendukung, mata tombak di tengah adalah para Ulama, dan mata tombak ketiga adalah gerakan rakyat, terdiri dari gerakan emak-emak, para profesional dan cendekiawan, para buruh dan pekerja, petani dan masyarakat desa, para pengusaha lapisan bawah, masyarakat lapisan bawah, menengah dan atas yang semuanya menginginkan perubahan.

Bukan kah semua bisa jadi gerakan rakyat., Secara menyolok termanifestasikan ketika secara spontan mereka secara massal urunan sukarela untuk menyumbang kampanye Paslon 02, hampir di setiap daerah dimana Paslon 02 melakukan kampanye.

Jadi sangat salah bila dikatakan provaktor dari Arab-arab WNI. Dukungan bagi Prabowo-Sandi merupakan gerakan rakyat dari berbagai lapisan, yang semuanya menginginkan perubahan. Termasuk Ulama sebagai ujung mata tombak.

Tuduhan itu mungkin manifestasi dari kegalauan dalam menghadapi kekalahan, setelah melemparkan issue tentang Khalifah kepada kubu Paslon 02 tidak mempan.  Justru malah jadi bumerang bagi mereka. Para petinggi ex HTI yang mendukung Kekhalifahan ternyata ada di kubu mereka, menempel ikut di PBB bersamaan dengan menyeberangnya partai ini ke kubu Paslon 01. Sekarang malah makin blunder, SARA.

Kemenangan Prabowo-Sandi semakin jelas, dan cukup punya dasar yang kuat dengan adanya C1 yang mereka miliki dari para saksi yang berjuang di lapangan. Semua dasarnya Real Count.

Kemenangan itu memang nyata, Real Count, bukan abal-abal seperti Quick Count.

Pergantian Presiden dalam system demokrasi merupakan hal yang biasa-biasa saja. Semua berdasarkan kepercayaan rakyat.
Bila sudah tidak dipercaya oleh rakyat, mengapa harus memaksakan diri …

 
 

Related News

Comment (0)

Comment as: