Duet Maut Sang Jenderal (2)

SAMPAI hari ini saya belum membaca berita terbaru terkait pertemuan PS dan SBY --yang rencananya digelar di Di Yogjakarta pada akhir Februari-- di media massa, atau medsos pendukung Prabowo-Sandi (PADI).
__________________________________________
OLEH: MOCH. TAUFIQ
__________________________________________


Boleh jadi hal itu merupakan salah satu strategi kubu PADI. Namun bagi saya, rencana 'Duet Maut Sang Jenderal' harus gencar dipublikasikan. Bahkan kalau perlu dibentuk sebuah tim khusus pemberitaan dan promosi acara tersebut.

Bukankah SBY sempat dikabarkan hanya setengah hati mendukung PADI? Artinya, inilah momentum paling tepat untuk menunjukkan ke masyarakat luas, bahwa PADI benar-benar di-back up penuh oleh SBY dan Partai Demokrat. Dengan demikian konstituen Demokrat pun --lebih-lebih yang loyalis SBY-- tak ragu-ragu lagi mencoblos PADI dalam Pilpres nanti.

Saya melihat ada nama Dhimam Abror --senior saya di Jawa Pos-- sebagai salah satu timses PADI di bidang media. Saya sangat yakin Abror mampu mengelola publikasi yang saya maksudkan. Kalau perlu, Abror merekrut alumni Jawa Pos yang seidealisme untuk mengelola pemberitaan 'Duet Sang Jenderal' kapan pun dan di mana pun. Jadi, bukan hanya untuk pertemuan di Yogjakarta saja.

Kenapa harus alumni Jawa Pos, khususnya mereka yang sudah bekerja di harian tersebut pada tahun 1900-an?

Agar Abror tahu lebih awal dan lebih dalam terkait integritas staf yang mendukung program tadi. Sehingga tak perlu lama beradaptasi agar tune-in dalam tugasnya. Lagipula, Abror dan alumni tahun 1900-an sudah terbiasa dengan pola running news gaya Jawa Pos. Jadi, bisa langsung tancap gas saja!

KALAH GESIT
Karena Pilpres adalah sebuah kompetisi untuk melahirkan pemenang, tentu PADI tak boleh mati langkah. Harus lincah dan gesit. Langkahnya pun harus lebar.

Tadi malam saya baru membaca status FB milik Suryo Prabowo yang memasang undangan dari Istana untuk purnawirawan TNI dan Polri. Acaranya digelar dalam wujud silaturrahmi di Kemayoran, Jakarta Minggu besok (10/2).

Dalam catatan kecil ini, saya tak perlu mengulas tentang penyertaan seragam Jokowi-Ma'ruf agar dipakai dalam silaturrahmi tersebut. Biarlah tokoh atau pemerhati lain saja yang mengulasnya, sesuai dengan kompetensi mereka masing-masing.

Namun, saya menggarisbawahi bahwa kubu petahana juga memperhitungkan pengaruh purnawirawan TNI dan Polri dalam pengumpulan suara di Pilpres. Bagi saya, para pensiunan tersebut tak lagi punya ambisi kekuasaan. Jadi, apa yang mereka perjuangkan murni berasal dari lubuk hatinya yang paling dalam.

Karena itulah baik PADI maupun petahana berkeyakinan, persepsi positif dari publik kian mengental jika didukung oleh para purnawirawan tersebut.

Pada 31 Januari yang lalu Prabowo sendiri kedatangan hampir 3 ribu orang purnawirawan di rumahnya. Terkait dengan hal ini, saya juga mencermati kurangnya kegesitan timses PADI dalam menginventarisasi dukungan para purnawirawan untuk diwujudkan ke dalam bentuk publikasi secara masif.

Saya tidak sependapat atas pernyataan, bahwa tentu saja PAS akan didukung oleh para purnawirawan itu lantaran sama-sama  pernah berdinas di bidang keamanan negara. Saya justru menilai para sesepuh tersebut lebih mengandalkan feeling-nya, sehingga memutuskan untuk mendukung PS.

Catatan kedua saya ini kembali mengingatkan timses PADI agar lebih serius memikirkan publikasi yang terencana. Bukan jual-beli respon ke wartawan atas pernyataan masing-masing Capres-Cawapres, seperti yang terjadi selama ini.

Artinya, masih ada sedikit waktu untuk berbenah. Andaikan hal kecil tersebut dilakukan secara benar, jangan kaget jika elektabilitas PADI cepat meroket melebihi proyeksi yang dimiliki sebelumnya.

*) Penulis adalah wartawan senior, tinggal di Sidoarjo Jawa Timur

Bagaimana?

Related News

Comment (0)

Comment as: