Fadli Zon: Wibawa BPIP Sudah Tergerus
JAKARTA, VOI: Bukan Fadli Zon kalau tidak blak-blakan. Kalo ini, terkait dengan keberadaan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Wakil Ketua Partai Gerindra itu berkomentar cukup pedas.
Dalam akun Twitternya @fadlizon, anggota DPR RI ini menuliskan bahwa polemik tentang BPIP telah meruntuhkan sebagian wibawa lembaga tersebut.
Itulah sebabnya, menurut Fadli Zon, pemerintah seharusnya meninjau ulang keberadaan BPIP, jika tetap ingin meneruskan agenda pembudayaan Pancasila, mengingat banyaknya polemik di masyarakat atas keberadaan BPIP.
Menurut tangan kanan Prabowo Subianto itu, pemerintah seharusnya peka terhadap kritik dan ketersinggungan masyarakat.
Ia lantas menunjuk Perpres No 42/2018 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Lainnya bagi Pimpinan, Pejabat, dan Pegawai Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
3) Sbgmn catatan yg sy sampaikan kemarin atas Perpres No. 42/2018 t), pemerintah seharusnya peka thdp kritik n ketersinggungan masyarakat.
Menurut Fadli Zon, publik bertanya, bagaimana bisa hak keuangan ketua dan anggota dewan pengarah lebih besar dari ketua badan dan para deputinya? "Siapa sebenarnya yg menjadi eksekutif dan figur sentral di lembaga tersebut? Itu model manajemen kelembagaan dari mana?," katanya mempertanyakan.
Sayangnya, kata Fadli, persoalan tersebut tidak ditanggapi secara memadai oleh pemerintah. Pembelaan dan klarifikasi yg dilakukan anggota Dewan Pengarah BPIP jg terkesan defensif, bahkan malah menyerang para pengkritik.
Sehingga, katanya lagi, suka atau tdk suka, kini sebagian wibawa BPIP pun ikut terkikis. Tidak akan efektif jika diteruskan. Presiden perlu mengevaluasi kembali kelembagaan dan administrasi lembaga tsb jika hendak meneruskan agenda pembudayaan Pancasila.
Selain itu, menurut Fadli, "Mundurnya Yudi Latif sebagai Ketua BPIP kemarin saya kira juga akan berpengaruh terhadap persepsi publik atas lembaga tersebut."
Langkah Yudi untuk mundur adalah sebuah tindakan keteladanan. Apalagi, dalam catatannya, sejauh ini Yudi mungkin adalah satu-satunya orang yg bisa menjaga fatsoen. Sbg kepala, ia konsisten hanya mau berbicara mengenai Pancasila, tak ikut sibuk menjadi juru bicara pemerintah.
Sikap profesional Yudi itu penting ditiru. Meskipun dibentuk oleh Presiden dan menginduk di lingkungan sekretariat kabinet, para punggawa UKP-PIP, atau BPIP, harusnya menyadari bahwa Pancasila adalah instrumen kebangsaan, bukaj instrumen kekuasaan pemerintah.
Itu sebabnya, katanya lagi, mereka secara profesional harus bisa menjaga diri dan jarak terhadap pemerintahan yang sedang berkuasa. Mengapa? "Ya, agar lembaga BPIP tidak dikesankan hanya menjadi alat penampung bagi bekas tim sukses dan para pendukung pemerintah, seperti lembaga yang dibentuk Presiden lainnya."
"Yudi saya kira berhasil melewati ujian itu dengan baik. Sayangnya, koleganya yang lain tidak demikian. Dan itu tidak bagus bagi kampanye pembudayaan Pancasila ke depannya," tegas Fadli Zon
Menurut politisi berkaca mata minus itu, kita perlu banyak belajar dari masa lalu. Jangan sampai cara pemerintah mengelola dan melembagakan wacana Pancasila malah merugikan proses pengakaran Pancasila itu sendiri.
Bukan zamannya lagi pembudayaan Pancasila dilakukan secara top-down, menjadikan masyarakat sebagai obyek untuk ‘di-Pancasila-kan’.
"Jikapun lembaga semacam BPIP perlu ada, maka fungsinya seharusnya bersifat internal saja, yaitu untuk membantu Presiden dalam menjaga dan mengevaluasi agenda pemerintah, apakah sudah sesuai dengan Pancasila atau belum," jelasnya.
Dengan cara itu, Fadli Zon berharap BPIP tidak akan mengulang kembali kesalahan BP-7, yang ingin mem-Pancasila-kan masyarakat seolah-olah pemerintah adalah pihak yang paling tahu, paling sahih, dan menjadi pemilik kebenaran tunggal atas tafsir Pancasila.
Jadi, lanjutnya, mundurnya Yudi Latif sebagai Kepala BPIP, serta kian meluasnya pandangan negatif akibat isu hak keuangan BPIP yang dinilai memboroskan anggaran, seharusnya sudah cukup dijadikan bahan oleh Presiden untuk meninjau kembali keberadaan lembaga tsb.
Atau, jika Presiden benar-benar punya komitmen untuk pembudayaan dan pengakaran Pancasila dan tidak hendak mengkooptasi agenda tersebut, maka lembaga semacam BPIP perlu dibentuk oleh undang-undang, agar posisinya kuat dan tidak tergantung pada rezim yang berkuasa.
Itu artinya Presiden perlu melibatkan DPR RI dan pemangku kepentingan yang lebih luas untuk membahas, merancang, dan mendefinisikan kembali lembaga semacam itu. (arn)
Comment (0)