•   Thursday, 18 Apr, 2024
  • Contact

Duka Kita untuk Saudara Muslim di Christchurch

MENYUSUL tragedi pembantaian massal terhadap umat Islam di Christchurch, Selandia Baru, Jum’at (15/03/2019), seluruh dunia berduka. Yang muslim maupun non-muslim. Yang masih memiliki akal sehat.
_______________________________________________
OLEH: NASMAY L. ANAS
_______________________________________________
Yang tidak terperangkap dalam kedunguan 1000 kuadrat. Semua merasa sedih atas tindakan terorisme yang mengorbankan 49 jiwa umat Islam di Negeri Kiwi itu.

Di Buckingham Palace Inggeris, dinaikkan bendera setengah tiang. Untuk menunjukan rasa turut berduka cita oleh Ratu Elizabeth dan rakyat di kerajaan itu. Bahkan untuk mengantisipasi kejadian serupa di Inggeris, pihak kepolisian setempat kini giat melakukan patroli ke masjid-masjid. Agar umat Islam merasa aman dan nyaman berada di tempat-tempat ibadah mereka.
Umat Islam di Gaza Palestina berbondong-bondong datang mengikuti sholat ghaib untuk para syuhada di Selandia Baru. Untuk hidup saja mereka menghadapi begitu banyak rintangan. Karena berada di bawah penindasan kaum zionis Yahudi. Tapi untuk memperlihatkan solidaritas muslim ini, mereka semua bangkit. Bersama-sama memuja kebesaran Allah dan memintakan ampunan dan kehidupan akhirat terbaik kepada Allah Rabull Izzati, bagi para korban di Selandia Baru.
Presiden Turki Recep Tayib Erdogan langsung menelpon pejabat penting Selandia Baru. Untuk menyatakan turut berbelasungkawa, sekaligus mengutuk perbuatan biadab terhadap umat Islam itu. Erdogan menyatakan, serangan itu menggambarkan meningkatnya permusuhan terhadap Islam.
"Dengan serangan ini, permusuhan terhadap Islam, yang dunia hanya diam menontonnya dan bahkan mendorongnya untuk beberapa waktu, telah meningkat dari pelecehan individu dan mencapai tingkat pembunuhan massal," tutur Erdogan seperti dilansir kantor berita AFP, Jumat (15/3/2019).
Dewan Keamanan PBB mengutuk penembakan massal di Christchurch sebagai “keji dan pengecut”, dan mengatakan bahwa tindakan “terorisme” adalah kriminal dan tidak dapat dibenarkan.
“Anggota Dewan Keamanan PBB menegaskan kembali bahwa terorisme dalam segala bentuk dan perwujudannya merupakan salah satu ancaman paling serius bagi perdamaian dan keamanan internasional,” kata badan beranggotakan 15 negara itu.
Di Malaysia yang berpenduduk mayoritas Muslim, Anwar Ibrahim—pemimpin partai terbesar dalam koalisi yang berkuasa—mengatakan bahwa seorang warga Malaysia terluka dalam serangan yang ia gambarkan sebagai “tragedi hitam yang dihadapi umat manusia dan perdamaian universal.”
“Saya sangat sedih dengan tindakan tidak beradab ini, yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan merenggut nyawa warga sipil. Kami menyampaikan simpati dan belasungkawa terdalam kami kepada keluarga para korban dan masyarakat Selandia Baru,” katanya dalam sebuah pernyataan.
Para pemimpin di sejumlah negara lain juga memberikan reaksi sangat keras. Seperti di Mesir, Yordania, Lebanon, Qatar dan sejumlah negara Islam lainnya. Bahkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump melalui twitter mengirim “simpati dan harapan terbaiknya” kepada orang-orang di Selandia Baru. Walaupun sama sekali tidak menyinggung kata-kata muslim dalam pesannya itu, pemimpin negara adidaya itu masih memperlihatkan sisi kemanusiaannya atas tragedi yang menimpa umat Islam di Selandia Baru.
Di negeri kita, yang memiliki penduduk muslim terbesar di dunia, tak  ada bendera setengah tiang. Tak ada reaksi cepat yang positif. Satu-satunya ungkapan turut berduka cita paling awal, Jum’at siang (13/03)  hanya dari Gubernur DKI Jakarta, Anis Rasyid Baswedan. Yang videonya langsung viral di media sosial dalam tempo singkat.
Sementara junjungan tertinggi kita masih plonga-plongo. Bisa jadi masih menunggu wangsit hanya untuk sekadar mengucapkan turut berduka. Tanpa perlu menyatakan kecaman, meskipun ada anak bangsa yang ikut menjadi korban penembakan biadab itu. Kalaupun ada pernyataan keprihatinan dari Menlu Retno Marsudi,  sepertinya itu tidak cukup untuk sebuah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Apalagi kalau pernyataan itu dirasakan begitu terlambat.

Peningkatan Islamophobia
Peningkatam Islamophobia di banyak negara – tidak tertutup kemungkinan di negeri kita sendiri – belakangan ini menjadi ancaman tersendiri bagi umat Islam. Di mana pun terjadi konflik dan umat Islam sebagai pelaku tindakan kekerasan, maka mereka serta-merta dan secara langsung dicap teroris. Tapi bila sebaliknya, yang menjadi pelaku adalah non-muslim, mereka tidak disebut teroris. Paling-paling hanya disebut sebagai pelaku tindak kriminal.
Stephen Paddock, yang melakukan aksi penembakan massal terhadap penonton sebuah konser musik di Las Vegas Oktober 2017, misalnya, tidak langsung dicap sebagai teroris. Padahal tindakan biadabnya itu menewaskan lebih dari 50 orang.
Begitu juga pelaku peledakan bom di Mall Alam Sutera, Tangerang, Banten, Juli-Oktober 2015. Meski dilaporkan 4 kali melancarkan serangan bom, Leopard Wisnu Kumala  tidak dinyatakan sebagai teroris. Bisa jadi karena motifnya adalah ekonomi. Untuk memeras manajemen Mall Alam Sutera. Tapi di antara bom yang dia ledakkan di Mall itu terdapat bom dengan high explosive (dengan ledakan tinggi), yang mengancam nyawa orang.
Leo – begitu para tetangga memanggilnya – adalah seorang ahli IT, yang mampu merakit bom dengan ledakan dahsyat. Dia adalah seorang penganut agama Katolik dan dari etnis Tionghoa. Hal ini melahirkan pertanyaan: Apakah karena bukan muslim lantas dia tidak dicap sebagai teroris? Yang jelas, tindakannya sebagai pelaku peledakan bom yang membahayakan nyawa rakyat sipil adalah tindakan teroris. Dengan demikian, hal itu membuktikan bahwa teroris juga ada yang non-muslim. Meskipun tidak serta merta dicap teroris sebagaimana selalu terjadi terhadap pelaku muslim.
Menurut keterangan pihak kepolisian kala itu, Leo tidak tersangkut jaringan teroris yang sudah dipetakan selama ini. Lalu, dengan demikian, dia tidak bisa disebut teroris?
Pernyataan kepolisian ini ditanggapi oleh Harits Abu Ulya, pengamat kontra terorisme yang juga Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA). Menurut Harits, statemen kepolisian ini menjadi tanda bahwa telah terjadi pergeseran teori terorisme di Indonesia.
“Dalam isu terorisme, rakyat Indonesia selama ini dalam kerangkeng sudut pandang yang tendensius dan stigmatis. Begitu mendengar teroris maka tergambar sosok pelakunya seorang muslim, berjenggot, jidat hitam, celana jingkrang, keluarganya bercadar, memandang Barat sebagai musuh,” tulis Harits dalam rilis, yang kemudian dilansir voa-islam, Jumat (30/10/2015) pagi.
Menyaksikan meningkatnya sikap Islamophobia di dunia internasional tentu sangat memprihatikan kita  sebagai muslim. Tapi yang lebih memprihatikan lagi adalah Islamophobia juga meningkat di tanah air. Di antara tanda-tandanya, kita melihat belakangan ini muncul sikap sebagian kalangan yang merasa tidak nyaman melihat wanita pakai cadar, lelaki berjenggot dan celana jingkrang, mendengar suara azan dan menyaksikan semakit semaraknya cerama-ceramah agama Islam melalui berbagai media.
Padahal mereka yang mengenakan cadar, memelihara jenggot dan memakai celana jingkrang tidak lain hanyalah karena ingin menjalankan tuntunan agamanya secara benar. Dan semaraknya acara-acara pengajian agama Islam tidak lain karena semakin banyak orang yang merasa butuh pegangan di luar kekuatan duniawi. Mereka umumnya adalah orang-orang yang mampu berpikir.
Dan hal ini tidak hanya dapat dilihat di dalam negeri. Di negara-negara maju seperti Eropa dan Amerika, kini peningkatan jumlah muallaf  baru sangat luar biasa. Mereka umumnya adalah orang-orang pintar. Para professor guru besar di berbagai perguruan tinggi ternama. Kaum selebriti yang pada akhirnya menyadari bahwa gemerlap kehidupan yang mereka nikmati ternyata tidak membawa kedamaian dan ketenangan batin. Bahkan juga para pemimpin agama tertentu, yang menyadari bahwa Islam itulah yang benar. Agama yang damai. Yang sama sekali tidak mengajarkan kekerasan. Meskipun tuduhan bahwa umat Islam itu teroris tidak henti disebarkan oleh mereka yang memusuhi Islam dan merasa ketakutan melihat perkembangan Islam. (*)

Penulis adalah Wartawan Senior

Related News

Comment (0)

Comment as: