Mahathir Tegas Lawan China. Indonesia?
Indonesia sebagai negara mayoritas muslim, hingga kini belum mengeluarkan komentar resmi terkait penindasan Etnis Uighur oleh China. Banyak pihak dari dalam dan luar negeri yang menyesalkan lambatnya respon pemerintahan Jokowi.
Ketergantungan ekonomi dan investasi Indonesia terhadap China dianggap menjadi salah satu alasan Jakarta tak bisa berbuat banyak untuk menekan Beijing soal dugaan pelanggaran hak asasi manusia terhadap suku muslim Uighur di Xinjiang.
"Ketergantungan ekonomi yang tinggi atas China di bidang perdagangan dan investasi, dalam konteks bilateral dan CAFTA, memaksa RI berpikir amat panjang dan mendalam sebelum membuat sebuah kebijakan atas praktik pelanggaran HAM yang terjadi di Xinjiang," ucap pengamat politik internasional dari Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah, kepada CNNIndonesia.com.
Jauh beda jika dibandingkan ketegasan Mahathir Muhammad. Malaysia mengabaikan permintaan ekstradisi dari China. Malaysia membebaskan 11 narapidana Muslim Uighur yang kabur dari sebuah penjara di Thailand tahun lalu.
"Mereka tidak melakukan kesalahan di sini, jadi mereka dibebaskan," ujar Perdana Menteri Mahathir Mohamad sebagaimana dikutip Reuters.
Ini adalah pernyataan pertama dari pejabat Malaysia terkait pembebasan yang dilaporkan sudah dilakukan sejak pekan lalu.
Malaysia memutuskan untuk memulangkan kesebelas orang itu ke Turki karena mereka mengaku sebagai warga negara pimpinan Presiden Recep Tayyip Erdogan tersebut.
Kesebelas Muslim Uighur itu adalah bagian dari 200 orang yang ditahan ketika masuk ke Thailand pada 2014 lalu.
Meski kebanyakan dari mereka mengaku sebagai warga Turki, sekitar 100 orang di antaranya dipaksa kembali ke China pada 2015, memicu kecaman internasional karena pemerintahan Beijing dianggap represif terhadap Uighur.
Selama bertahun-tahun, ratusan atau bahkan ribuan Muslim Uighur kabur dari China ke Turki karena menjadi korban kekerasan dan pembunuhan.
Namun, Beijing menegaskan bahwa para tahanan itu adalah warga negaranya yang menebar teror di wilayah Xinjiang sehingga harus diadili di China.
Keputusan ini pun diperkirakan akan memperkeruh hubungan Malaysia dan China yang sejak Mahathir naik takhta sebenarnya sudah mulai terpuruk.
Beberapa bulan sebelumnya, saat baru saja dilantik, Mahathir langsung membatalkan sejumlah proyek kerja sama dengan perusahaan China dengan nilai total lebih dari US$20 miliar.
Comment (0)