•   Thursday, 28 Mar, 2024
  • Contact

Awas...! Strategi Tak Lolos Tes Kesehatan Mengancam Cawapres

Oleh: Ruslan Ismail Mage

Jauh sebelum deklarasi pasangan Capres-Cawapres, sudah jelas terbaca kalau kedua kubu baik Jokowi maupun Prabowo sangat hati-hati dan tarik ulur dalam memilih Cawapres. Saling mengintip dan terkesan tidak ada yang mau saling mendahului mendeklarasikan pasangannya, hingga harus tunduk pada regulasi KPU yang memberi batas akhir pendaftaran pasangan Capres-Cawapres Jumat (10/8).

Setelah kedua pasangan resmi mendaftar, Pilpres semakin kental rasa Cawapresnya. Artinya bisa dipastikan Pilpres 2019 yang menentukan adalah sosok dan kepiawaian Cawapresnya.

Karena itu, yang menarik dikritisi dan di maknai adalah Cawapresnya. Ketika Jokowi lebih dulu menentukan dan memilih Ketua Umum MUI KH. Ma’ruf Amin sebagai Cawapresnya, publik langsung kaget dan terperangah, karena awalnya inisial M yang dielus-elus menjadi Cawapres Jokowi adalah Mahmud MD.

Sejurus kemudian publik langsung mampu membaca kalau kubu Jokowi akan fokus mengamankan suara mayoritas umat Islam. Namun apakah tokoh Islam sekelas KH. Ma’ruf Amin (Ketua Umum MUI, Rais ‘Aam PBNU) yang karena keahliannya di bidang ekonomi syariah pernah menjabat komisaris beberapa bank (Bank Muammalat, Bank BNI Syariah, Bank Mega Syariah), serta merta dapat menarik suara mayoritas pemilih muslim? Belum tentu! Terlebih pemilih milenia muslim yang lebih dinamis tidak tertarik dengan doktrin struktural para elite organisasi Islam. Bagi pemilih milenia muslim, bukan berarti orang tua, saudara, keluarga, lingkungannya ulama, NU atau Muhammadya, kemudian sudah pasti memilih Cawapres dari kalangan ulama.

Halaman selanjutnya →

Halaman 1 2 3

Lalu bagaimana dengan Cawapres Prabowo? Ketika Prabowo diluar ekpektasi sebagian besar pendukungnya memilih Sandiaga Salahuddin Uno (SSU) yang masih menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI sebagai Cawapres, publik bukan hanya kaget dan terperangah, tetapi sudah menjadi “rasa gado-gado”. Ada rasa marah, kecewa, kesel, pesimis, galau, menjadi satu dalam pendukung Prabowo. Namun rasa gado-gado itu tidak berlangsung lama, karena kepiawaian Prabowo menjelaskan bahwa memilih tokoh muda energik SSU dan tidak memilih tokoh ulama, bukan berarti tidak menghargai dan patuh pada Ijtima ulama, tetapi kerena tidak mau umat pecah akibat adanya benturan pendukung antardua Cawapres ulama.

Sekarang publik sedikit demi sedikit mulai memahami dan menerima kehadiran SSU sebagai Cawapres Prabowo dengan beberapa alasan. Pertama, SSU relatif dapat diterima oleh partai pendukung utama Prabowo. Kedua, SSU adalah refresentasi dari tokoh muda Islam yang dapat diterima oleh hampir seluruh petinggi organisasi Islam di negeri ini. Ketiga, SSU dapat merebut hati pemilih digital (pemilih yang mencari referensi pemimpin di media sosial) yang diperkirakan mencapai 50% lebih pada Pemilu 2019. Keempat, SSU secara psikologis dipastikan dapat menarik hati emma-emma karena muda, dinamis, familiar dan ganteng.

Dengan memperhatikan kelebihan kedua Cawapres ini, kita bisa meraba-raba siapa Capres yang lebih berpeluang memenangkan kontestasi Pilpres 2019.

← Halaman sebelumnya Halaman selanjutnya →

Halaman 1 2 3

Lalu apakah penetapan dua pasangan Capres ini sudah final dan tidak ada lagi perubahan (kejutan)? Tentu belum! Karena masih ada tahapan pemeriksaan kesehatan Capres-Cawapres. Dari sinilah judul tulisan di atas akan terjawab, karena bisa jadi masih ada strategi dalam strategi penetapan Cawapres kemarin. Bukankah dalam politik kekuasaan semua serba mungkin dan butuh pengorbanan.

Hal ini memungkinkan, karena setelah kedua Capres melepas umpan Cawapresnya ke publik, tentu jelang tahapan berikut tes kesehatan kedua kubu mulai sibuk mendeteksi reaksi publik. Apakah umpannya (cawapres) dapat menarik suara sebanyak-banyaknya atau justru mendapat reaksi penolakan.

Kalau ada kubu yang merasa umpannya kurang mendapat respon publik, strategi pamungkasnya bisa digagalkan di tahapan cek kesehatan, kemudian diganti umpan (cawapres) yang dianggap lebih mampu mengimbangi atau mengalahkan lawan. Apakah benar masih ada strategi dalam strategi? Kita tunggu hasilnya setelah cek kesehatan kedua pasangan Capres-Cawapres. [swa]

*Penulis: Ruslan Ismail Mage, Direktur Eksekutif Sipil Institute Jakarta

Related News

Comment (0)

Comment as: