India Janji Bahas Keringanan Bea Masuk Sawit RI 

JAKARTA, VOI - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution Menyaksikan kesepakatan atau Memorandum of Understanding (MoU) antara Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), Solvent Extractor's Association (SEA) India dan Solidaridad Network Asia Limited (SNAL).

Dalam kesapakatan tersebut menegaskan keberadaan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) dan India National Palm Oil Sustainability Framework (IPOS) sebagai kerangka keberlanjutan dalam produksi minyak sawit dan perdagangan antara kedua negara. "Kerja sama tersebut dapat berjalan dalam jangka panjang sehingga bisa memberi keuntungan bagi kedua belah pihak," kata Darmin di kantornya, Senin (16/7).

Sementara itu, Presiden Solvent Extractors Association (SEA) India, Atul Chaturverdi menjelaskan kesepakatan tersebut berpotensi membuka kesempatan bagi keberlanjutan sektor perdagangan minyak sawit untuk jangka panjang di kawasan Asia.  "Saya yakin bahwa sinergi antara ISPO dan IPOS secara bersama-sama akan melindungi daya saing industri kelapa sawit, meningkatkan kesiapan menghadapi permintaan pasar di masa depan," ujarnya.

Menurutnya, India merupakan negara pertama yang telah mengakui standarisasi produk kelapa sawit Indonesia atau Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) sehingga ke depannya diharapkan bisa diakui sebagai standar internasional. Selain itu, pihaknya juga akan membahas hasil pertemuan dengan pemerintah Indonesia ini, kepada pemerintah India sebagai langkah membahas penurunan tarif bea masuk produk sawit.

"Diskusi ini adalah diskusi yang akan terjadi, karena telah ada keputusan untuk membentuk komite gabungan antara IPOS dan ISPO di mana masalah ini akan dibahas sehingga secara kolektif kami dapat meneruskan rekomendasi," imbuhnya.

Managing Director SNAL, Shatadru Chattopadhayay mengatakan pembahasan soal tarif bea masuk produk minyak sawit itu cukup alot. Sebab, produk minyak sawit asal Indonesia mesti bersaing dengan produk minyak asal India lainnya. "Diskusi saat ini sedang berjalan. Tapi ini bukan diskusi yang mudah karena CPO bukan satu-satunya komoditas, ada petani India juga yang memproduksi minyak biji-bijian lainnya," ungkapnya.

Lebih lanjut, ia menilai penurunan tarif bea masuk tersebut nantinya juga tidak akan membuat harga komoditas minyak biji-bijian lainnya menjadi lebih mahal ataupun lebih murah. Oleh karena itu, pemerintah dinilai akan menimbang kebijakan tersebut. "Jika Anda menurunkan tarif itu akan membuat komoditas lain seperti rapeseed, dan mustard lebih mahal, dan tidak lebih murah. Jadi pemerintah mencoba menyeimbangkan tarif bea masuk CPO," tukasnya.

Langkah India menaikkan bea masuk minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) tersebut, sambung Darmin, hal itu mengingat telah alami defisit akibat banyaknya CPO asal Indonesia yang masuk ke India. "Iya itu memang  bagian dari politik perdagangan karena akibat ekspor kelapa sawit kita banyak ke sana, dia (India-red) defisitnya besar. Jadi mulai cari bagaimana caranya (dengan menaikan bea masuk)," tutup Darmin. Seperti diketahui, India menaikkan bea masuk minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dari 30 persen menjadi 44 persen dan minyak sawit olahan (refined palm oil) dari 40 persen menjadi 54 persen tidak diberlakukan pada impor minyak nabati lain seperti  soybean  dan sunflower oil. (*)
 

Related News

Comment (0)

Comment as: