•   Thursday, 25 Apr, 2024
  • Contact

Nilai Tukar Melemah, Ini Penyebabnya 

JAKARTA. VOI - Nilai tukar rupiah rontok 170 poin atau 1,22 persen ke posisi Rp 14.102 per USD pada akhir perdagangan pasar spot hari ini, Kamis (21/6). Pelemahan rupiah hari ini menjadi yang paling terpuruk di antara mata uang dunia, meski hampir seluruh mata uang juga melemah di hadapan USD . 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan, pelemahan rupiah dipengaruhi oleh kinerja neraca perdagangan yang selalu defisit. Artinya ekspor barang dan impor barang defisit. Itu yang harus diatasi dulu. "Sebenarnya current account deficit banyak negara (yang mengalami). Kita dua tiga bulan yang lalu," ujar Darmin, di Jakarta, Kamis (21/6).

Menurut Darmin, untuk membuat rupiah tidak rentan mengalami pelemahan salah satunya adalah dengan memperbaiki neraca perdagangan, ekspor barang harus diperbesar dan mengurangi impor. Cara ini dinilai lebih efektif dibandingkan hanya ‘membakar’ cadangan devisa.

Pada April 2018, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan mengalami defisit sebesar 1,63 miliar USD , dipicu oleh defisit sektor migas 1,13 miliar USD  dan nonmigas 0,50 miliar USD . Dibandingkan Maret 2018, neraca perdagangan mengalami surplus sebesar 1,12 miliar USD dan dibandingkan April 2017 (year on year/yoy) neraca perdagangan juga menunjukkan surplus sebesar 1,32 miliar USD .

Selain masalah internal di atas, faktor eksternal juga menjadi penyebab lain melemahnya nilai tukar. Faktor eksternal itu lebih didominasi oleh perubahan suku bunga acuan bank Sentral AS/The Fed (Fed Fund Rate/FFR) yang meningkat secara agresif. "Orang takut, kalau ekonomi AS baik, bunga akan naik sehingga di sini pun ikut naik," kata dia. 

Apabila FFR naik, biasanya akan diikuti oleh suku bunga acuan Bank Indonesia. Namun, Darmin berharap kenaikan BI-7 Day Repo Rate harus ditetapkan dengan bijak karena menjadi acuan bank lain dalam menaikkan bunga deposito dan kredit. Sehingga, perlu adanya kerja sama antara pemerintah, BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ia mengimbau untuk seluruh perbankan melakukan efisiensi suku bunga. "Itu berarti tingkat bunga kita juga akan berpengaruh naik, karena kalau tidak kursnya (nilai tukar rupiah) akan terganggu lagi," kata dia.

Darmin menuturkan, langkah lain yang bisa ditempuh adalah menjaga efisiensi suku bunga yang dilakukan perbankan, yaitu dengan cara mengumumkan Suku Dasar Bunga Kredit (SDBK) setiap bulannya. Sehingga publik akan tahu SDBK-nya berapa. "Bunga kredit bank itu berapa, yang tidak efisien di bank itu apa. Jadi, ada hal-hal yang bisa dilakukan. Sehingga peningkatan suku bunga acuan, tidak perlu otomatis mendorong naiknya tingkat bunga kredit," ungkapnya.

Darmin juga menyampaikan bahwa masyarakat tidak perlu terlalu mengkhawatirkan kurs rupiah karena penguatan dapat terjadi kapan saja. "Jangan terlalu dirisaukan, nanti juga tenang lagi," kata dia. (*)
 

Related News

Comment (0)

Comment as: